Kamis, 17 Februari 2011

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2010
TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Peraturan Pemerintah
Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan
Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 53 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman
Penyusunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah sudah tidak sesuai lagi sehingga perlu
diganti;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah;
Mengingat . . .
- 2 -
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang
Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4721);
4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4801);
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 51, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4836)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008
tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5009);
6. Undang-Undang . . .
- 3 -
6. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5043);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEDOMAN
PENYUSUNAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
DAERAH TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disingkat
DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
2. Pimpinan DPRD adalah ketua dan wakil ketua DPRD.
3. Kepala daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota.
4.Wakil kepala daerah adalah wakil gubernur, wakil bupati,
atau wakil walikota.
5. Anggota DPRD adalah anggota DPRD provinsi, anggota DPRD
kabupaten, atau anggota DPRD kota.
6. Kode etik DPRD, selanjutnya disebut kode etik, adalah norma
yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota DPRD selama
menjalankan . . .
- 4 -
menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat,
kehormatan, citra, dan kredibilitas DPRD.
7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya
disingkat APBD, adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan
daerah.
8. Hari adalah hari kerja.
BAB II
FUNGSI, TUGAS, DAN WEWENANG
Bagian Kesatu
Fungsi
Pasal 2
(1) DPRD mempunyai fungsi:
a. legislasi;
b. anggaran; dan
c. pengawasan.
(2) Fungsi legislasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a diwujudkan dalam membentuk peraturan daerah
bersama kepala daerah.
(3) Fungsi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b diwujudkan dalam membahas dan menyetujui
rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah
bersama kepala daerah.
(4) Fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c diwujudkan dalam mengawasi pelaksanaan
peraturan daerah dan APBD.
(5) Ketiga fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dijalankan dalam kerangka representasi rakyat di daerah.
Bagian Kedua . . .
- 5 -
Bagian Kedua
Tugas dan Wewenang
Pasal 3
DPRD mempunyai tugas dan wewenang:
a. membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah;
b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan
peraturan daerah mengenai APBD yang diajukan oleh kepala
daerah;
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan
daerah dan APBD;
d. mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentian
kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah kepada
Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi
dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur bagi
DPRD kabupaten/kota, untuk mendapatkan pengesahan
pengangkatan dan/atau pemberhentian;
e. memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan
jabatan wakil kepala daerah;
f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah
daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama
internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah;
h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala
daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
i. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama
dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang
membebani masyarakat dan daerah;
j. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
k. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB III . . .
- 6 -
BAB III
KEANGGOTAAN
Pasal 4
(1) Keanggotaan DPRD provinsi diresmikan dengan keputusan
Menteri Dalam Negeri sesuai dengan laporan komisi
pemilihan umum provinsi yang disampaikan melalui
gubernur.
(2) Keanggotaan DPRD kabupaten/kota diresmikan dengan
keputusan gubernur sesuai dengan laporan komisi
pemilihan umum kabupaten/kota yang disampaikan
melalui bupati/walikota.
(3) Masa jabatan anggota DPRD adalah 5 (lima) tahun
terhitung mulai tanggal pengucapan sumpah/janji anggota
DPRD dan berakhir pada saat anggota DPRD yang baru
mengucapkan sumpah/janji.
(4) Anggota DPRD yang baru sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama
bertepatan pada tanggal berakhirnya masa jabatan 5 (lima)
tahun anggota DPRD yang lama.
(5) Dalam hal terdapat anggota DPRD yang baru tidak dapat
mengucapkan sumpah/janji bertepatan dengan
berakhirnya masa jabatan 5 (lima) tahun anggota DPRD
yang lama, masa jabatan anggota DPRD dimaksud berakhir
bersamaan dengan masa jabatan anggota DPRD yang
mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama.
(6) Dalam hal tanggal berakhirnya masa jabatan anggota DPRD
jatuh pada hari libur atau hari yang diliburkan,
pengucapan sumpah/janji dilaksanakan hari berikutnya
sesudah hari libur atau hari yang diliburkan dimaksud.
Pasal 5 . . .
- 7 -
Pasal 5
(1) Anggota DPRD provinsi sebelum memangku jabatannya,
mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang
dipandu oleh ketua pengadilan tinggi dalam rapat
paripurna istimewa DPRD provinsi.
(2) Dalam hal ketua pengadilan tinggi berhalangan,
pengucapan sumpah/janji anggota DPRD provinsi dipandu
oleh wakil ketua pengadilan tinggi.
(3) Dalam hal wakil ketua pengadilan tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berhalangan, pengucapan
sumpah/janji anggota DPRD provinsi dipandu oleh hakim
senior pada pengadilan tinggi yang ditunjuk oleh ketua
pengadilan tinggi.
(4) Anggota DPRD kabupaten/kota sebelum memangku
jabatannya, mengucapkan sumpah/janji secara bersamasama
yang dipandu oleh ketua pengadilan negeri dalam
rapat paripurna istimewa DPRD kabupaten/kota.
(5) Dalam hal ketua pengadilan negeri berhalangan,
pengucapan sumpah/janji anggota DPRD kabupaten/kota
dipandu oleh wakil ketua pengadilan negeri.
(6) Dalam hal wakil ketua pengadilan negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) berhalangan, pengucapan
sumpah/janji anggota DPRD kabupaten/kota dipandu oleh
hakim senior pada pengadilan negeri yang ditunjuk oleh
ketua pengadilan negeri.
Pasal 6
(1) Anggota DPRD yang berhalangan mengucapkan
sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (1) dan ayat (4), yang bersangkutan mengucapkan
sumpah/janji dipandu oleh ketua atau wakil ketua DPRD
dalam rapat paripurna istimewa DPRD.
(2) Anggota . . .
- 8 -
(2) Anggota DPRD pengganti antarwaktu sebelum memangku
jabatannya, mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh
ketua atau wakil ketua DPRD dalam rapat paripurna
istimewa DPRD.
(3) Anggota DPRD pada daerah otonom baru yang belum
mempunyai pengadilan tinggi atau pengadilan negeri
mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh ketua atau
wakil ketua pengadilan tinggi atau pengadilan negeri pada
daerah induk.
Pasal 7
(1) Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6, didampingi oleh
rohaniawan sesuai dengan agamanya masing-masing.
(2) Dalam pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), anggota DPRD yang beragama:
a. Islam, diawali dengan frasa “Demi Allah”;
b. Protestan dan Katolik, diakhiri dengan frasa “Semoga
Tuhan menolong saya”;
c. Budha, diawali dengan frasa “Demi Hyang Adi Budha”;
dan
d. Hindu, diawali dengan frasa “Om Atah Paramawisesa”.
(3) Setelah mengakhiri pengucapan sumpah/janji, anggota
DPRD menandatangani berita acara pengucapan
sumpah/janji.
Pasal 8
Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sebagai
berikut:
“Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai
anggota/ketua/wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
provinsi/kabupaten/kota dengan sebaik-baiknya dan seadiladilnya,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dengan
berpedoman . . .
- 9 -
berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan
sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada
kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan;
bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya
wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan
bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
BAB IV
PELAKSANAAN HAK
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 9
DPRD mempunyai hak:
a. interpelasi;
b. angket; dan
c. menyatakan pendapat.
Pasal 10
Anggota DPRD mempunyai hak:
a. mengajukan rancangan peraturan daerah;
b. mengajukan pertanyaan;
c. menyampaikan usul dan pendapat;
d. memilih dan dipilih;
e. membela diri;
f. imunitas;
g. mengikuti orientasi dan pendalaman tugas;
h. protokoler; dan
i. keuangan dan administratif.
Bagian Kedua . . .
- 10 -
Bagian Kedua
Pelaksanaan Hak DPRD
Paragraf 1
Hak Interpelasi
Pasal 11
(1) Hak interpelasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf a diusulkan oleh:
a. paling sedikit 10 (sepuluh) orang anggota DPRD provinsi
dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD provinsi yang
beranggotakan 35 (tiga puluh lima) orang sampai
dengan 75 (tujuh puluh lima) orang;
b. paling sedikit 15 (lima belas) orang anggota DPRD
provinsi dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD
provinsi yang beranggotakan di atas 75 (tujuh puluh
lima) orang;
c. paling sedikit 5 (lima) orang anggota DPRD
kabupaten/kota dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk
DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan
20 (dua puluh) orang sampai dengan 35 (tiga puluh
lima) orang;
d. paling sedikit 7 (tujuh) orang anggota DPRD
kabupaten/kota dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk
DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan di atas
35 (tiga puluh lima) orang.
(2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada pimpinan DPRD, yang ditandatangani oleh para
pengusul dan diberikan nomor pokok oleh sekretariat
DPRD.
(3) Usul . . .
- 11 -
(3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan
dokumen yang memuat sekurang-kurangnya:
a. materi kebijakan dan/atau pelaksanaan kebijakan
pemerintah daerah yang akan dimintakan keterangan;
dan
b. alasan permintaan keterangan.
Pasal 12
(1) Usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 oleh pimpinan
DPRD disampaikan pada rapat paripurna DPRD.
(2) Dalam rapat paripurna DPRD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), para pengusul diberi kesempatan menyampaikan
penjelasan lisan atas usul permintaan keterangan tersebut.
(3) Pembicaraan mengenai usul meminta keterangan dilakukan
dengan memberi kesempatan kepada:
a. anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan
melalui fraksi; dan
b. para pengusul memberikan jawaban atas pandangan
para anggota DPRD.
(4) Keputusan persetujuan atau penolakan terhadap usul
permintaan keterangan kepada kepala daerah ditetapkan
dalam rapat paripurna.
(5) Usul permintaan keterangan DPRD sebelum memperoleh
keputusan, para pengusul berhak menarik kembali
usulannya.
(6) Usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 menjadi hak
interpelasi DPRD apabila mendapat persetujuan dari rapat
paripurna DPRD yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu perdua)
jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan
persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota
DPRD yang hadir.
Pasal 13 . . .
- 12 -
Pasal 13
(1) Kepala daerah dapat hadir untuk memberikan penjelasan
tertulis terhadap permintaan keterangan anggota DPRD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dalam rapat
paripurna DPRD.
(2) Apabila kepala daerah tidak dapat hadir untuk memberikan
penjelasan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
kepala daerah menugaskan pejabat terkait untuk
mewakilinya.
(3) Setiap anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan atas
penjelasan tertulis kepala daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(4) Terhadap penjelasan tertulis kepala daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), DPRD dapat menyatakan
pendapatnya.
(5) Pernyataan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
disampaikan secara resmi oleh DPRD kepada kepala
daerah.
(6) Pernyataan pendapat DPRD atas penjelasan tertulis kepala
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dijadikan
bahan untuk DPRD dalam pelaksanaan fungsi pengawasan
dan untuk kepala daerah dijadikan bahan dalam penetapan
pelaksanaan kebijakan.
Paragraf 2
Hak Angket
Pasal 14
(1) Hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b
diusulkan oleh:
a. paling sedikit 10 (sepuluh) orang anggota DPRD provinsi
dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD provinsi yang
beranggotakan . . .
- 13 -
beranggotakan 35 (tiga puluh lima) orang sampai
dengan 75 (tujuh puluh lima) orang;
b. paling sedikit 15 (lima belas) orang anggota DPRD
provinsi dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD
provinsi yang beranggotakan di atas 75 (tujuh puluh
lima) orang;
c. paling sedikit 5 (lima) orang anggota DPRD
kabupaten/kota dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk
DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan 20 (dua
puluh) orang sampai dengan 35 (tiga puluh lima) orang;
d. paling sedikit 7 (tujuh) orang anggota DPRD
kabupaten/kota dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk
DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan di atas
35 (tiga puluh lima) orang.
(2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada pimpinan DPRD, yang ditandatangani oleh para
pengusul dan diberikan nomor pokok oleh sekretariat
DPRD.
(3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan
dokumen yang memuat sekurang-kurangnya:
a. materi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 298 ayat (3)
atau Pasal 349 ayat (3) Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan
b. alasan penyelidikan.
Pasal 15
(1) Pembicaraan mengenai usul penggunaan hak angket,
dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada anggota
DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui fraksi
dan selanjutnya pengusul memberikan jawaban atas
pandangan anggota DPRD.
(2) Keputusan . . .
- 14 -
(2) Keputusan atas usul melakukan penyelidikan terhadap
kepala daerah dapat disetujui atau ditolak, ditetapkan
dalam rapat paripurna DPRD.
(3) Usul melakukan penyelidikan sebelum memperoleh
Keputusan DPRD, pengusul berhak menarik kembali
usulnya.
(4) Apabila usul melakukan penyelidikan disetujui sebagai
permintaan penyelidikan, DPRD menyatakan pendapat
untuk melakukan penyelidikan dan menyampaikannya
secara resmi kepada kepala daerah.
(5) Usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 menjadi hak
angket DPRD apabila mendapat persetujuan dari rapat
paripurna DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya
3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan
diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua
pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.
Pasal 16
(1) DPRD memutuskan menerima atau menolak usul hak
angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b.
(2) Dalam hal DPRD menerima usul hak angket sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), DPRD membentuk panitia angket
yang terdiri atas semua unsur fraksi DPRD dengan
keputusan DPRD.
(3) Dalam hal DPRD menolak usul hak angket sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), usul tersebut tidak dapat diajukan
kembali.
Pasal 17
(1) Panitia angket DPRD provinsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (2), dalam melakukan penyelidikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b dapat
memanggil pejabat pemerintah provinsi, badan hukum,
atau warga masyarakat di provinsi yang dianggap
mengetahui . . .
- 15 -
mengetahui atau patut mengetahui masalah yang diselidiki
untuk memberikan keterangan serta untuk meminta
menunjukkan surat atau dokumen yang berkaitan dengan
hal yang sedang diselidiki.
(2) Panitia angket DPRD kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), dalam melakukan
penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b
dapat memanggil pejabat pemerintah kabupaten/kota,
badan hukum, atau warga masyarakat di kabupaten/kota
yang dianggap mengetahui atau patut mengetahui masalah
yang diselidiki untuk memberikan keterangan serta untuk
meminta menunjukkan surat atau dokumen yang berkaitan
dengan hal yang sedang diselidiki.
(3) Pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga
masyarakat di provinsi/kabupaten/kota yang dipanggil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib
memenuhi panggilan DPRD, kecuali ada alasan yang sah
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau
warga masyarakat di provinsi/kabupaten/kota telah
dipanggil dengan patut secara berturut-turut tidak
memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
DPRD dapat memanggil secara paksa dengan bantuan
Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 18
(1) Apabila hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf b diterima oleh DPRD dan ada indikasi tindak
pidana, DPRD menyerahkan penyelesaiannya kepada aparat
penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Apabila hasil penyidikan kepala daerah dan/atau wakil
kepala daerah berstatus sebagai terdakwa, Presiden
memberhentikan . . .
- 16 -
memberhentikan sementara dari jabatannya bagi gubernur
dan/atau wakil gubernur, dan Menteri Dalam Negeri
memberhentikan sementara dari jabatannya bagi
bupati/walikota dan/atau wakil bupati/wakil walikota.
(3) Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dinyatakan terbukti bersalah
melakukan tindak pidana yang diancam pidana 5 (lima)
tahun atau lebih, Presiden memberhentikan gubernur
dan/atau wakil gubernur dari jabatannya, dan Menteri
Dalam Negeri memberhentikan bupati/walikota dan/atau
wakil bupati/wakil walikota dari jabatannya.
Pasal 19
Panitia angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat
paripurna DPRD paling lama 60 (enam puluh) hari sejak
dibentuknya panitia angket.
Paragraf 3
Hak Menyatakan Pendapat
Pasal 20
(1) Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf c diusulkan oleh:
a. paling sedikit 15 (lima belas) orang anggota DPRD
provinsi dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD
provinsi yang beranggotakan 35 (tiga puluh lima) orang
sampai dengan 75 (tujuh puluh lima) orang;
b. paling sedikit 20 (dua puluh) orang anggota DPRD
provinsi dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD
provinsi yang beranggotakan di atas 75 (tujuh puluh
lima) orang;
c. paling . . .
- 17 -
c. paling sedikit 8 (delapan) orang anggota DPRD
kabupaten/kota dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk
DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan 20 (dua
puluh) orang sampai dengan 35 (tiga puluh lima) orang;
d. paling sedikit 10 (sepuluh) orang anggota DPRD
kabupaten/kota dan lebih dari 1 (satu) fraksi untuk
DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan di atas
35 (tiga puluh lima) orang.
(2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada pimpinan DPRD, yang ditandatangani oleh para
pengusul dan diberikan nomor pokok oleh sekretariat
DPRD.
(3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan
dokumen yang memuat sekurang-kurangnya:
a. materi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 298 ayat (4)
atau Pasal 349 ayat (4) Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta alasan
pengajuan usul pernyataan pendapat; atau
b. materi hasil pelaksanaan hak interpelasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 atau hak angket sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18.
Pasal 21
(1) Usul pernyataan pendapat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20, oleh pimpinan DPRD disampaikan dalam rapat
paripurna DPRD setelah mendapat pertimbangan dari
Badan Musyawarah.
(2) Dalam rapat paripurna DPRD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), para pengusul diberi kesempatan memberikan
penjelasan atas usul pernyataan pendapat tersebut.
(3) Pembahasan . . .
- 18 -
(3) Pembahasan dalam rapat paripurna DPRD mengenai usul
pernyataan pendapat dilakukan dengan memberikan
kesempatan kepada:
a. anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan
melalui fraksi;
b. kepala daerah untuk memberikan pendapat; dan
c. para pengusul memberikan jawaban atas pandangan
para anggota dan pendapat kepala daerah.
(4) Usul pernyataan pendapat sebelum memperoleh keputusan
DPRD, pengusul berhak menarik kembali usulnya.
(5) Rapat paripurna DPRD memutuskan menerima atau
menolak usul pernyataan pendapat tersebut menjadi
pendapat DPRD.
(6) Apabila DPRD menerima usul pernyataan pendapat,
keputusan DPRD memuat:
a. pernyataan pendapat;
b. saran penyelesaiannya; dan
c. peringatan.
(7) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menjadi hak
menyatakan pendapat DPRD apabila mendapat
persetujuan dari rapat paripurna DPRD yang dihadiri
sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah
anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan
sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota
DPRD yang hadir.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Hak Anggota
Pasal 22
(1) Setiap anggota DPRD mempunyai hak mengajukan
rancangan peraturan daerah.
(2) Usul . . .
- 19 -
(2) Usul prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
disampaikan kepada pimpinan DPRD dalam bentuk
rancangan peraturan daerah disertai penjelasan secara
tertulis dan diberikan nomor pokok oleh sekretariat DPRD.
(3) Usul prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh
pimpinan DPRD disampaikan kepada Badan Legislasi
Daerah untuk dilakukan pengkajian.
(4) Berdasarkan hasil pengkajian Badan Legislasi Daerah
pimpinan DPRD menyampaikan kepada rapat paripurna
DPRD.
(5) Dalam rapat paripurna, para pengusul diberi kesempatan
memberikan penjelasan atas usul prakarsa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(6) Pembahasan mengenai sesuatu usul prakarsa sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan memberikan
kesempatan kepada:
a. anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan;
dan
b. para pengusul memberikan jawaban atas pandangan
para anggota DPRD lainnya.
(7) Usul prakarsa sebelum diputuskan menjadi prakarsa
DPRD, para pengusul berhak mengajukan perubahan
dan/atau mencabutnya kembali.
(8) Rapat paripurna DPRD memutuskan menerima atau
menolak usul prakarsa menjadi prakarsa DPRD.
(9) Tata cara pembahasan rancangan peraturan daerah atas
prakarsa DPRD mengikuti ketentuan yang berlaku dalam
pembahasan rancangan peraturan daerah atas prakarsa
kepala daerah.
Pasal 23
(1) Setiap anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan
kepada pemerintah daerah berkaitan dengan fungsi, tugas,
dan wewenang DPRD baik secara lisan maupun secara
tertulis.
(2) Jawaban . . .
- 20 -
(2) Jawaban terhadap pertanyaan anggota DPRD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diberikan secara lisan atau secara
tertulis dalam tenggang waktu yang disepakati bersama.
Pasal 24
(1) Setiap anggota DPRD dalam rapat DPRD berhak
mengajukan usul dan pendapat baik kepada pemerintah
daerah maupun kepada pimpinan DPRD.
(2) Usul dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
disampaikan dengan memperhatikan tata krama, etika,
moral, sopan santun, dan kepatutan sesuai kode
etik DPRD.
Pasal 25
Setiap anggota DPRD berhak untuk memilih dan dipilih
menjadi anggota atau pimpinan dari alat kelengkapan DPRD
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 26
(1) Setiap anggota DPRD berhak membela diri terhadap
dugaan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, kode etik, dan peraturan tata tertib
DPRD.
(2) Hak membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sebelum pengambilan keputusan oleh Badan
Kehormatan.
Pasal 27
(1) Anggota DPRD tidak dapat dituntut di depan pengadilan
karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang
dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat
DPRD maupun di luar rapat DPRD yang berkaitan dengan
fungsi serta tugas dan wewenang DPRD.
(2) Anggota . . .
- 21 -
(2) Anggota DPRD tidak dapat diganti antarwaktu karena
pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang
dikemukakan dalam rapat DPRD maupun di luar
rapat DPRD yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan
wewenang DPRD.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku dalam hal anggota DPRD yang bersangkutan
mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat
tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dimaksud
dalam ketentuan mengenai rahasia negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28
(1) Anggota DPRD mempunyai hak untuk mengikuti orientasi
pelaksanaan tugas sebagai anggota DPRD pada permulaan
masa jabatannya dan mengikuti pendalaman tugas pada
masa jabatannya.
(2) Anggota DPRD melaporkan hasil pelaksanaan orientasi dan
pendalaman tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada pimpinan DPRD dan kepada pimpinan fraksinya.
Pasal 29
Hak protokoler, keuangan, dan administratif pimpinan dan
anggota DPRD diatur tersendiri dalam Peraturan Pemerintah.
BAB V
KEWAJIBAN ANGGOTA DPRD
Pasal 30
Anggota DPRD mempunyai kewajiban:
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
b. melaksanakan . . .
- 22 -
b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundangundangan;
c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan
pribadi, kelompok, dan golongan;
e. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat;
f. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah;
g. menaati tata tertib dan kode etik;
h. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan
lembaga lain dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
i. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui
kunjungan kerja secara berkala;
j. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan
masyarakat; dan
k. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis
kepada konstituen di daerah pemilihannya.
BAB VI
FRAKSI
Pasal 31
(1) Untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan
wewenang DPRD serta hak dan kewajiban anggota DPRD,
dibentuk fraksi sebagai wadah berhimpun anggota DPRD.
(2) Setiap anggota DPRD wajib menjadi anggota salah satu
fraksi.
(3) Setiap fraksi di DPRD beranggotakan paling sedikit sama
dengan jumlah komisi di DPRD.
(4) Partai . . .
- 23 -
(4) Partai politik yang jumlah anggotanya di DPRD mencapai
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau lebih
dapat membentuk 1 (satu) fraksi.
(5) Dalam hal partai politik yang jumlah anggotanya di DPRD
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), anggotanya dapat bergabung dengan fraksi yang
ada atau membentuk fraksi gabungan.
(6) Dalam hal tidak ada 1 (satu) partai politik yang memenuhi
persyaratan untuk membentuk fraksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) maka dibentuk fraksi gabungan
yang jumlahnya paling banyak 2 (dua) fraksi gabungan.
(7) Partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan
ayat (5) harus mendudukkan anggotanya dalam satu fraksi.
(8) Pembentukan fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
ayat (5), dan ayat (6) dilaporkan kepada pimpinan DPRD
untuk diumumkan dalam rapat paripurna DPRD.
(9) Fraksi yang telah diumumkan dalam rapat paripurna
sebagaimana dimaksud pada ayat (8) bersifat tetap selama
masa keanggotaan DPRD.
Pasal 32
(1) Untuk menentukan 2 (dua) fraksi gabungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 ayat (6), partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak pertama dan kedua di DPRD
tetapi tidak memenuhi ketentuan untuk membentuk fraksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) mengambil
inisiatif untuk membentuk 2 (dua) fraksi gabungan.
(2) Dalam hal terdapat partai politik yang memiliki kursi
terbanyak pertama dan kedua sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) lebih dari 1 (satu), untuk menentukan 2 (dua) fraksi
gabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (6),
partai politik yang memperoleh jumlah suara terbanyak
dalam pemilihan umum mengambil inisiatif untuk
membentuk 2 (dua) fraksi gabungan.
(3) Dalam . . .
- 24 -
(3) Dalam hal terdapat partai politik yang memperoleh jumlah
suara terbanyak pertama dan kedua sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) lebih dari 1 (satu), partai politik
yang memiliki persebaran suara lebih luas secara
berjenjang mengambil inisiatif untuk membentuk 2 (dua)
fraksi gabungan.
Pasal 33
(1) Fraksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 mempunyai
sekretariat fraksi.
(2) Sekretariat fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai tugas membantu kelancaran pelaksanaan
tugas fraksi.
(3) Untuk pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) disediakan sarana dan anggaran sesuai dengan
kebutuhan dan dengan memperhatikan kemampuan APBD.
Pasal 34
(1) Setiap fraksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
dibantu oleh 1 (satu) orang tenaga ahli.
(2) Tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit memenuhi persyaratan:
a. berpendidikan serendah-rendahnya strata satu (S1)
dengan pengalaman kerja paling singkat 5 (lima) tahun,
strata dua (S2) dengan pengalaman kerja paling singkat
3 (tiga) tahun, atau strata tiga (S3) dengan pengalaman
kerja paling singkat 1 (satu) tahun;
b. menguasai bidang pemerintahan; dan
c. menguasai tugas dan fungsi DPRD.
Pasal 35 . . .
- 25 -
Pasal 35
(1) Dalam hal jumlah anggota fraksi lebih dari 3 (tiga) orang,
pimpinan fraksi terdiri atas ketua, wakil ketua, dan
sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota fraksi.
(2) Dalam hal jumlah anggota fraksi hanya 3 (tiga) orang,
pimpinan fraksi terdiri atas ketua dan sekretaris yang
dipilih dari dan oleh anggota fraksi.
(3) Pimpinan fraksi yang telah terbentuk sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaporkan kepada
pimpinan DPRD untuk diumumkan dalam rapat paripurna.
BAB VII
ALAT KELENGKAPAN DPRD
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 36
(1) Alat kelengkapan DPRD terdiri atas:
a. pimpinan;
b. Badan Musyawarah;
c. komisi;
d. Badan Legislasi Daerah;
e. Badan Anggaran;
f. Badan Kehormatan; dan
g. alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk
oleh rapat paripurna.
(2) Kepemimpinan alat kelengkapan DPRD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bersifat kolektif dan kolegial.
(3) Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan dibantu
oleh sekretariat.
Bagian Kedua . . .
- 26 -
Bagian Kedua
Pimpinan
Pasal 37
(1) Pimpinan DPRD terdiri atas:
a. 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua
untuk DPRD provinsi yang beranggotakan 85 (delapan
puluh lima) orang sampai dengan 100 (seratus) orang;
b. 1 (satu) orang ketua dan 3 (tiga) orang wakil ketua
untuk DPRD provinsi yang beranggotakan 45 (empat
puluh lima) orang sampai dengan 84 (delapan puluh
empat) orang;
c. 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua untuk
DPRD provinsi yang beranggotakan 35 (tiga puluh lima)
orang sampai dengan 44 (empat puluh empat) orang;
d. 1 (satu) orang ketua dan 3 (tiga) orang wakil ketua untuk
DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan 45 (empat
puluh lima) orang sampai dengan 50 (lima puluh) orang;
atau
e. 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua untuk
DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan 20 (dua
puluh) orang sampai dengan 44 (empat puluh empat)
orang.
(2) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari
partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi
terbanyak di DPRD.
(3) Ketua DPRD ialah anggota DPRD yang berasal dari partai
politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPRD.
(4) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak pertama sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), ketua DPRD ialah anggota DPRD
yang berasal dari partai politik yang memperoleh suara
terbanyak.
(5) Dalam . . .
- 27 -
(5) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang
memperoleh suara terbanyak sama sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), penentuan ketua DPRD dilakukan
berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara partai
politik yang lebih luas secara berjenjang.
(6) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak pertama sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), wakil ketua DPRD ialah anggota
DPRD yang berasal dari partai politik yang memperoleh
suara terbanyak kedua, ketiga, dan/atau keempat.
(7) Apabila masih terdapat kursi wakil ketua DPRD yang belum
terisi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), maka kursi
wakil ketua diisi oleh anggota DPRD yang berasal dari
partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua.
(8) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak kedua sama, wakil ketua
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditentukan
berdasarkan urutan hasil perolehan suara terbanyak.
(9) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak kedua sebagaimana dimaksud
pada ayat (7), penentuan wakil ketua DPRD sebagaimana
dimaksud pada ayat (8) dilakukan berdasarkan persebaran
wilayah perolehan suara partai politik yang lebih luas
secara berjenjang.
Pasal 38
(1) Dalam hal pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 ayat (1) belum terbentuk, DPRD dipimpin oleh
pimpinan sementara DPRD dengan tugas pokok memimpin
rapat DPRD, memfasilitasi pembentukan fraksi,
memfasilitasi penyusunan peraturan DPRD tentang tata
tertib, dan memroses penetapan pimpinan DPRD definitif.
(2) Pimpinan sementara DPRD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 1 (satu) orang
wakil . . .
- 28 -
wakil ketua yang berasal dari 2 (dua) partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak pertama dan kedua di DPRD.
(3) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak sama, ketua dan wakil ketua
sementara DPRD ditentukan secara musyawarah oleh wakil
partai politik yang bersangkutan.
(4) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) tidak mencapai kesepakatan, ketua dan wakil ketua
sementara DPRD berasal dari partai politik berdasarkan
urutan perolehan suara dalam pemilihan umum.
Pasal 39
(1) Partai politik yang berhak mengisi kursi pimpinan DPRD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1),
menyampaikan 1 (satu) orang calon pimpinan DPRD
kepada pimpinan sementara DPRD untuk diumumkan dan
ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD sebagai calon
pimpinan DPRD.
(2) Pimpinan sementara DPRD menyampaikan nama calon
pimpinan DPRD kepada Menteri Dalam Negeri melalui
gubernur bagi DPRD provinsi, dan kepada gubernur
melalui bupati/walikota bagi DPRD kabupaten/kota untuk
diresmikan pengangkatannya.
Pasal 40
(1) Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39
ayat (2), sebelum memangku jabatannya mengucapkan
sumpah/janji di gedung DPRD setempat yang dipandu oleh
ketua pengadilan tinggi bagi pimpinan DPRD provinsi atau
ketua pengadilan negeri bagi pimpinan DPRD
kabupaten/kota.
(2) Dalam hal pengucapan sumpah/janji di gedung DPRD
setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena
alasan . . .
- 29 -
alasan tertentu tidak dapat dilaksanakan, pengucapan
sumpah/janji pimpinan DPRD dapat dilaksanakan di
tempat lain.
(3) Dalam hal ketua pengadilan tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berhalangan, pengucapan sumpah/janji
pimpinan DPRD provinsi dipandu oleh wakil ketua
pengadilan tinggi.
(4) Dalam hal wakil ketua pengadilan tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) berhalangan, pengucapan
sumpah/janji pimpinan DPRD provinsi dipandu oleh hakim
senior pada pengadilan tinggi yang ditunjuk oleh ketua
pengadilan tinggi.
(5) Dalam hal ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berhalangan, pengucapan sumpah/janji
pimpinan DPRD kabupaten/kota dipandu oleh wakil ketua
pengadilan negeri.
(6) Dalam hal wakil ketua pengadilan negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) berhalangan, pengucapan
sumpah/janji pimpinan DPRD kabupaten/kota dipandu
oleh hakim senior pada pengadilan negeri yang ditunjuk
oleh ketua pengadilan negeri.
Pasal 41
(1) Pimpinan DPRD mempunyai tugas:
a. memimpin sidang DPRD dan menyimpulkan hasil sidang
untuk diambil keputusan;
b. menyusun rencana kerja pimpinan dan mengadakan
pembagian kerja antara ketua dan wakil ketua;
c. melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan
pelaksanaan agenda dan materi kegiatan dari alat
kelengkapan DPRD;
d. menjadi juru bicara DPRD;
e. melaksanakan . . .
- 30 -
e. melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPRD;
f. mewakili DPRD dalam berhubungan dengan
lembaga/instansi lainnya;
g. mengadakan konsultasi dengan kepala daerah dan
pimpinan lembaga/instansi vertikal lainnya sesuai
dengan keputusan DPRD;
h. mewakili DPRD di pengadilan;
i. melaksanakan keputusan DPRD berkenaan dengan
penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
j. menyusun rencana anggaran DPRD bersama sekretariat
DPRD yang pengesahannya dilakukan dalam rapat
paripurna; dan
k. menyampaikan laporan kinerja pimpinan DPRD dalam
rapat paripurna DPRD yang khusus diadakan untuk itu.
(2) Dalam hal salah seorang pimpinan DPRD berhalangan
sementara kurang dari 30 (tiga puluh) hari, pimpinan
DPRD mengadakan musyawarah untuk menentukan salah
satu pimpinan DPRD untuk melaksanakan tugas pimpinan
DPRD yang berhalangan sementara sampai dengan
pimpinan yang bersangkutan dapat melaksanakan tugas
kembali.
(3) Dalam hal salah seorang pimpinan DPRD berhalangan
sementara lebih dari 30 (tiga puluh) hari, partai politik asal
pimpinan DPRD yang berhalangan sementara
mengusulkan kepada pimpinan DPRD salah seorang
anggota DPRD yang berasal dari partai politik tersebut
untuk melaksanakan tugas pimpinan DPRD yang
berhalangan sementara.
Pasal 42 . . .
- 31 -
Pasal 42
(1) Masa jabatan pimpinan DPRD terhitung sejak tanggal
pengucapan sumpah/janji pimpinan dan berakhir
bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan keanggotaan
DPRD.
(2) Pimpinan DPRD berhenti dari jabatannya sebelum
berakhir masa jabatannya karena:
a. meninggal dunia;
b.mengundurkan diri sebagai pimpinan DPRD;
c. diberhentikan sebagai anggota DPRD sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
d. diberhentikan sebagai pimpinan DPRD.
(3) Pimpinan DPRD diberhentikan dari jabatannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d apabila yang
bersangkutan:
a.melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPRD
berdasarkan keputusan Badan Kehormatan; atau
b. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal salah seorang pimpinan DPRD berhenti dari
jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), anggota
pimpinan lainnya menetapkan salah seorang di antara
pimpinan untuk melaksanakan tugas pimpinan yang
berhenti sampai dengan ditetapkannya pimpinan
pengganti yang definitif.
(5) Dalam hal ketua dan para wakil ketua berhenti secara
bersamaan, tugas pimpinan DPRD dilaksanakan oleh
pimpinan sementara yang dibentuk sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 38.
Pasal 43 . . .
- 32 -
Pasal 43
(1) Usul pemberhentian pimpinan DPRD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 dilaporkan dalam rapat
paripurna DPRD oleh pimpinan DPRD lainnya.
(2) Pemberhentian pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD.
(3) Pemberhentian pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan DPRD.
Pasal 44
(1) Keputusan DPRD provinsi tentang pemberhentian
pimpinan DPRD provinsi disampaikan oleh pimpinan
DPRD provinsi kepada Menteri Dalam Negeri melalui
gubernur untuk peresmian pemberhentiannya.
(2) Keputusan DPRD kabupaten/kota tentang pemberhentian
pimpinan DPRD kabupaten/kota, disampaikan oleh
pimpinan DPRD kabupaten/kota kepada gubernur melalui
bupati/walikota untuk peresmian pemberhentiannya.
(3) Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) disertai dengan berita acara rapat paripurna
DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2).
Pasal 45
(1) Pengganti pimpinan DPRD yang berhenti sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 berasal dari partai politik yang
sama dengan pimpinan DPRD yang berhenti.
(2) Calon pengganti pimpinan DPRD yang berhenti diusulkan
oleh pimpinan partai politik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk diumumkan dalam rapat paripurna DPRD
dan ditetapkan dengan keputusan DPRD.
(3) Pimpinan . . .
- 33 -
(3) Pimpinan DPRD provinsi mengusulkan peresmian
pengangkatan calon pengganti pimpinan DPRD provinsi
kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur.
(4) Pimpinan DPRD kabupaten/kota mengusulkan peresmian
pengangkatan calon pengganti pimpinan DPRD
kabupaten/kota kepada gubernur melalui
bupati/walikota.
Bagian Ketiga
Badan Musyawarah
Pasal 46
(1) Badan Musyawarah merupakan alat kelengkapan DPRD
yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal
masa jabatan keanggotaan DPRD.
(2) Badan Musyawarah terdiri atas unsur-unsur fraksi
berdasarkan perimbangan jumlah anggota dan paling
banyak 1/2 (setengah) dari jumlah anggota DPRD.
(3) Susunan keanggotaan Badan Musyawarah ditetapkan
dalam rapat paripurna setelah terbentuknya pimpinan
DPRD, komisi, Badan Anggaran, dan fraksi.
(4) Ketua dan wakil ketua DPRD karena jabatannya adalah
pimpinan Badan Musyawarah merangkap anggota.
(5) Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah sekretaris
Badan Musyawarah dan bukan sebagai anggota.
Pasal 47
(1) Badan Musyawarah mempunyai tugas:
a. menetapkan agenda DPRD untuk 1 (satu) tahun sidang,
1 (satu) masa persidangan, atau sebagian dari suatu
masa sidang, perkiraan waktu penyelesaian suatu
masalah, dan jangka waktu penyelesaian rancangan
peraturan . . .
- 34 -
peraturan daerah, dengan tidak mengurangi
kewenangan rapat paripurna untuk mengubahnya;
b. memberikan pendapat kepada pimpinan DPRD dalam
menentukan garis kebijakan yang menyangkut
pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD;
c. meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat
kelengkapan DPRD yang lain untuk memberikan
keterangan/penjelasan mengenai pelaksanaan tugas
masing-masing;
d. menetapkan jadwal acara rapat DPRD;
e. memberi saran/pendapat untuk memperlancar
kegiatan;
f. merekomendasikan pembentukan panitia khusus; dan
g. melaksanakan tugas lain yang diserahkan oleh rapat
paripurna kepada Badan Musyawarah.
(2) Setiap anggota Badan Musyawarah wajib:
a. mengadakan konsultasi dengan fraksi sebelum
mengikuti rapat Badan Musyawarah; dan
b. menyampaikan pokok-pokok hasil rapat Badan
Musyawarah kepada fraksi.
Bagian Keempat
Komisi
Pasal 48
(1) Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat
tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan
keanggotaan DPRD.
(2) Setiap anggota DPRD kecuali pimpinan DPRD, wajib
menjadi anggota salah satu komisi.
(3) Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk
dengan ketentuan:
a. DPRD . . .
- 35 -
a. DPRD provinsi yang beranggotakan 35 (tiga puluh lima)
sampai dengan 55 (lima puluh lima) orang membentuk
4 (empat) komisi;
b. DPRD provinsi yang beranggotakan lebih dari 55 (lima
puluh lima) membentuk 5 (lima) komisi;
c. DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan 20 (dua
puluh) sampai dengan 35 (tiga puluh lima) orang
membentuk 3 (tiga) komisi; dan
d. DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan lebih dari
35 (tiga puluh lima) orang membentuk 4 (empat) komisi.
(4) Jumlah anggota setiap komisi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diupayakan sama.
(5) Ketua, wakil ketua, dan sekretaris komisi dipilih dari dan
oleh anggota komisi dan dilaporkan dalam rapat paripurna
DPRD.
(6) Penempatan anggota DPRD dalam komisi dan
perpindahannya ke komisi lain didasarkan atas usul fraksi
dan dapat dilakukan setiap awal tahun anggaran.
(7) Keanggotaan dalam komisi diputuskan dalam rapat
paripurna DPRD atas usul fraksi pada awal tahun anggaran.
(8) Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan sekretaris komisi
ditetapkan paling lama 2½ (dua setengah) tahun.
(9) Anggota DPRD pengganti antarwaktu menduduki tempat
anggota komisi yang digantikan.
Pasal 49
Komisi mempunyai tugas:
a. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. melakukan pembahasan terhadap rancangan peraturan
daerah dan rancangan keputusan DPRD;
c. melakukan . . .
- 36 -
c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan
daerah dan APBD sesuai dengan ruang lingkup tugas
komisi;
d. membantu pimpinan DPRD untuk mengupayakan
penyelesaian masalah yang disampaikan oleh kepala daerah
dan/atau masyarakat kepada DPRD;
e. menerima, menampung, dan membahas serta
menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
f. memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di
daerah;
g. melakukan kunjungan kerja komisi yang bersangkutan atas
persetujuan pimpinan DPRD;
h. mengadakan rapat kerja dan rapat dengar pendapat;
i. mengajukan usul kepada pimpinan DPRD yang termasuk
dalam ruang lingkup bidang tugas masing-masing komisi;
dan
j. memberikan laporan tertulis kepada pimpinan DPRD
tentang hasil pelaksanaan tugas komisi.
Bagian Kelima
Badan Legislasi Daerah
Pasal 50
Badan Legislasi Daerah merupakan alat kelengkapan DPRD
yang bersifat tetap, dibentuk dalam rapat paripurna DPRD.
Pasal 51
(1) Susunan dan keanggotaan Badan Legislasi Daerah
dibentuk pada permulaan masa keanggotaan DPRD dan
permulaan tahun sidang.
(2) Jumlah . . .
- 37 -
(2) Jumlah anggota Badan Legislasi Daerah ditetapkan dalam
rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan
jumlah anggota komisi.
(3) Jumlah anggota Badan Legislasi Daerah setara dengan
jumlah anggota satu komisi di DPRD yang bersangkutan.
(4) Anggota Badan Legislasi Daerah diusulkan masing-masing
fraksi.
Pasal 52
(1) Pimpinan Badan Legislasi Daerah terdiri atas 1 (satu) orang
ketua dan 1 (satu) orang wakil ketua yang dipilih dari dan
oleh anggota Badan Legislasi Daerah berdasarkan prinsip
musyawarah untuk mufakat.
(2) Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah sekretaris
Badan Legislasi Daerah dan bukan sebagai anggota.
(3) Masa jabatan pimpinan Badan Legislasi Daerah paling lama
2½ (dua setengah) tahun.
(4) Keanggotaan Badan Legislasi Daerah dapat diganti pada
setiap tahun anggaran.
Pasal 53
Badan Legislasi Daerah bertugas:
a. menyusun rancangan program legislasi daerah yang memuat
daftar urutan dan prioritas rancangan peraturan daerah
beserta alasannya untuk setiap tahun anggaran di
lingkungan DPRD;
b. koordinasi untuk penyusunan program legislasi daerah
antara DPRD dan pemerintah daerah;
c. menyiapkan rancangan peraturan daerah usul DPRD
berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan;
d. melakukan . . .
- 38 -
d. melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan
pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah yang
diajukan anggota, komisi dan/atau gabungan komisi
sebelum rancangan peraturan daerah tersebut disampaikan
kepada pimpinan DPRD;
e. memberikan pertimbangan terhadap rancangan peraturan
daerah yang diajukan oleh anggota, komisi dan/atau
gabungan komisi, di luar prioritas rancangan peraturan
daerah tahun berjalan atau di luar rancangan peraturan
daerah yang terdaftar dalam program legislasi daerah;
f. mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap
pembahasan materi muatan rancangan peraturan daerah
melalui koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus;
g. memberikan masukan kepada pimpinan DPRD atas
rancangan peraturan daerah yang ditugaskan oleh Badan
Musyawarah; dan
h. membuat laporan kinerja pada masa akhir keanggotaan
DPRD baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan
untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh komisi pada
masa keanggotaan berikutnya.
Bagian Keenam
Badan Anggaran
Pasal 54
(1) Badan Anggaran merupakan alat kelengkapan DPRD yang
bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa
jabatan keanggotaan DPRD.
(2) Anggota Badan Anggaran diusulkan oleh masing-masing
fraksi dengan mempertimbangkan keanggotaannya dalam
tiap-tiap komisi dan paling banyak 1/2 (setengah) dari
jumlah anggota DPRD.
(3) Ketua . . .
- 39 -
(3) Ketua dan wakil ketua DPRD karena jabatannya adalah
pimpinan Badan Anggaran merangkap anggota.
(4) Susunan keanggotaan, ketua, dan wakil ketua Badan
Anggaran ditetapkan dalam rapat paripurna.
(5) Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah sekretaris
Badan Anggaran dan bukan sebagai anggota.
(6) Penempatan anggota DPRD dalam Badan Anggaran dan
perpindahannya ke alat kelengkapan DPRD lainnya
didasarkan atas usul fraksi dan dapat dilakukan setiap
awal tahun anggaran.
Pasal 55
Badan Anggaran mempunyai tugas:
a. memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok
pikiran DPRD kepada kepala daerah dalam mempersiapkan
rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah paling
lambat 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya APBD;
b. melakukan konsultasi yang dapat diwakili oleh anggotanya
kepada komisi terkait untuk memperoleh masukan dalam
rangka pembahasan rancangan kebijakan umum APBD
serta prioritas dan plafon anggaran sementara;
c. memberikan saran dan pendapat kepada kepala daerah
dalam mempersiapkan rancangan peraturan daerah tentang
perubahan APBD dan rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;
d. melakukan penyempurnaan rancangan peraturan daerah
tentang APBD dan rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD berdasarkan hasil
evaluasi Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan
gubernur bagi DPRD kabupaten/kota bersama tim
anggaran pemerintah daerah;
e. melakukan . . .
- 40 -
e. melakukan pembahasan bersama tim anggaran pemerintah
daerah terhadap rancangan kebijakan umum APBD serta
rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara yang
disampaikan oleh kepala daerah; dan
f. memberikan saran kepada pimpinan DPRD dalam
penyusunan anggaran belanja DPRD.
Bagian Ketujuh
Badan Kehormatan
Pasal 56
(1) Badan Kehormatan dibentuk oleh DPRD dan merupakan
alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap.
(2) Pembentukan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan DPRD.
(3) Anggota Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota DPRD dengan
ketentuan:
a. untuk DPRD provinsi yang beranggotakan sampai
dengan 74 (tujuh puluh empat) orang berjumlah
5 (lima) orang, dan untuk DPRD provinsi yang
beranggotakan 75 (tujuh puluh lima) orang sampai
dengan 100 (seratus) orang berjumlah 7 (tujuh) orang;
b. untuk DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan
sampai dengan 34 (tiga puluh empat) orang berjumlah
3 (tiga) orang, dan untuk DPRD kabupaten/kota yang
beranggotakan 35 (tiga puluh lima) orang sampai dengan
50 (lima puluh) orang berjumlah 5 (lima) orang.
(4) Pimpinan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 1 (satu) orang
wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan
Kehormatan.
(5) Anggota . . .
- 41 -
(5) Anggota Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dipilih dan ditetapkan dalam rapat paripurna
DPRD berdasarkan usul dari masing-masing fraksi.
(6) Untuk memilih anggota Badan Kehormatan, masingmasing
fraksi berhak mengusulkan 1 (satu) orang calon
anggota Badan Kehormatan.
(7) Dalam hal di DPRD hanya terdapat 2 (dua) fraksi, fraksi
yang memiliki jumlah kursi lebih banyak berhak
mengusulkan 2 (dua) orang calon anggota Badan
Kehormatan.
(8) Masa tugas anggota Badan Kehormatan paling lama
2½ (dua setengah) tahun.
(9) Anggota DPRD pengganti antarwaktu menduduki tempat
anggota Badan Kehormatan yang digantikan.
(10) Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibantu oleh sekretariat yang secara fungsional
dilaksanakan oleh sekretariat DPRD.
Pasal 57
(1) Badan Kehormatan mempunyai tugas:
a. memantau dan mengevaluasi disiplin dan/atau
kepatuhan terhadap moral, kode etik, dan/atau
peraturan tata tertib DPRD dalam rangka menjaga
martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPRD;
b. meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota
DPRD terhadap peraturan tata tertib dan/atau kode
etik DPRD;
c. melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas
pengaduan pimpinan DPRD, anggota DPRD, dan/atau
masyarakat; dan
d. melaporkan . . .
- 42 -
d. melaporkan keputusan Badan Kehormatan atas hasil
penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf c kepada rapat paripurna
DPRD.
(2) Dalam melaksanakan penyelidikan, verifikasi, dan
klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan
Kehormatan dapat meminta bantuan dari ahli independen.
Pasal 58
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 57, Badan Kehormatan berwenang:
a.memanggil anggota DPRD yang diduga melakukan
pelanggaran kode etik dan/atau peraturan tata tertib DPRD
untuk memberikan klarifikasi atau pembelaan atas
pengaduan dugaan pelanggaran yang dilakukan;
b.meminta keterangan pengadu, saksi, dan/atau pihak-pihak
lain yang terkait, termasuk untuk meminta dokumen atau
bukti lain; dan
c.menjatuhkan sanksi kepada anggota DPRD yang terbukti
melanggar kode etik dan/atau peraturan tata tertib DPRD.
Pasal 59
(1) Badan Kehormatan menjatuhkan sanksi kepada anggota
DPRD yang terbukti melanggar kode etik dan/atau
peraturan tata tertib DPRD berdasarkan hasil penyelidikan,
verifikasi, dan klarifikasi oleh Badan Kehormatan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pemberhentian sebagai pimpinan alat kelengkapan DPRD;
atau
d. pemberhentian sebagai anggota DPRD sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan.
(3) Keputusan . . .
- 43 -
(3) Keputusan Badan Kehormatan mengenai penjatuhan sanksi
berupa teguran lisan, teguran tertulis, atau pemberhentian
sebagai pimpinan alat kelengkapan DPRD disampaikan oleh
pimpinan DPRD kepada anggota DPRD yang bersangkutan,
pimpinan fraksi, dan pimpinan partai politik yang
bersangkutan.
(4) Keputusan Badan Kehormatan mengenai penjatuhan sanksi
berupa pemberhentian sebagai anggota DPRD diproses
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 60
(1) Pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1)
huruf c disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPRD
disertai identitas pengadu yang jelas dengan tembusan
kepada Badan Kehormatan.
(2) Pimpinan DPRD wajib menyampaikan pengaduan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Badan
Kehormatan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak
tanggal pengaduan diterima.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) pimpinan DPRD tidak menyampaikan pengaduan
kepada Badan Kehormatan, Badan Kehormatan
menindaklanjuti pengaduan tersebut.
(4) Dalam hal pengaduan tidak disertai dengan identitas
pengadu yang jelas, pimpinan DPRD tidak meneruskan
pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
Badan Kehormatan.
Pasal 61
(1) Setelah menerima pengaduan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60, Badan Kehormatan melakukan
penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi.
(2) Penyelidikan . . .
- 44 -
(2) Penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara meminta
keterangan dan penjelasan kepada pengadu, saksi, teradu,
dan/atau pihak-pihak lain yang terkait, dan/atau
memverifikasi dokumen atau bukti lain yang terkait.
(3) Hasil penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi Badan
Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dituangkan dalam berita acara penyelidikan, verifikasi, dan
klarifikasi.
(4) Pimpinan DPRD dan/atau Badan Kehormatan menjamin
kerahasiaan hasil penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 62
(1) Dalam hal hasil penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (3)
menyatakan bahwa teradu terbukti bersalah, Badan
Kehormatan menjatuhkan sanksi sesuai dengan tingkat
kesalahannya.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan keputusan Badan Kehormatan dan dilaporkan
kepada rapat paripurna DPRD.
(3) Dalam hal keputusan Badan Kehormatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) menjatuhkan sanksi berupa
pemberhentian sebagai anggota DPRD, pimpinan DPRD
menyampaikan keputusan tersebut kepada pimpinan partai
politik yang bersangkutan.
(4) Pimpinan partai politik sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari sejak keputusan Badan Kehormatan diterima,
menyampaikan keputusan dan usul pemberhentian
anggotanya kepada pimpinan DPRD.
(5) Dalam . . .
- 45 -
(5) Dalam hal pimpinan partai politik tidak menyampaikan
keputusan dan usul pemberhentian sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), pimpinan DPRD menyampaikan
usul pemberhentian anggota DPRD tersebut berdasarkan
keputusan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) kepada Menteri Dalam Negeri melalui
gubernur bagi anggota DPRD provinsi, dan kepada
gubernur melalui bupati/walikota bagi anggota DPRD
kabupaten/kota.
(6) Menteri Dalam Negeri meresmikan pemberhentian anggota
DPRD provinsi dan gubernur meresmikan pemberhentian
anggota DPRD kabupaten/kota berdasarkan usul pimpinan
DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
Bagian Kedelapan
Alat Kelengkapan Lain
Pasal 63
(1) Dalam hal diperlukan, DPRD dapat membentuk alat
kelengkapan lain berupa panitia khusus.
(2) Panitia khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tidak
tetap.
(3) Panitia khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibentuk dalam rapat paripurna DPRD atas usul anggota
setelah mendengar pertimbangan Badan Musyawarah.
(4) Pembentukan panitia khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) ditetapkan dengan keputusan DPRD.
(5) Jumlah anggota panitia khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditetapkan dengan mempertimbangkan jumlah
anggota setiap komisi yang terkait dan disesuaikan dengan
program/kegiatan serta kemampuan anggaran DPRD.
(6) Anggota panitia khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (5), terdiri atas anggota komisi terkait yang diusulkan
oleh masing-masing fraksi.
(7) Ketua . . .
- 46 -
(7) Ketua dan wakil ketua panitia khusus dipilih dari dan oleh
anggota panitia khusus.
(8) Panitia khusus dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh
sekretariat DPRD.
BAB VIII
PERSIDANGAN, RAPAT, DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Bagian Kesatu
Persidangan
Pasal 64
(1) Pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD, tahun sidang
DPRD dimulai pada saat pengucapan sumpah/janji anggota
DPRD.
(2) Tahun sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas 3 (tiga) masa persidangan.
(3) Masa persidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi masa sidang dan masa reses, kecuali pada
persidangan terakhir dari satu periode keanggotaan DPRD
dilakukan tanpa masa reses.
(4) Masa reses sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaksanakan paling lama 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)
kali reses.
(5) Masa reses dipergunakan oleh anggota DPRD secara
perseorangan atau kelompok untuk mengunjungi daerah
pemilihannya guna menyerap aspirasi masyarakat.
(6) Anggota DPRD secara perseorangan atau kelompok wajib
membuat laporan tertulis atas hasil pelaksanaan tugasnya
pada masa reses sebagaimana dimaksud pada ayat (5), yang
disampaikan kepada pimpinan DPRD dalam rapat
paripurna.
(7) Jadwal . . .
- 47 -
(7) Jadwal dan kegiatan acara selama masa reses sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), ditetapkan oleh pimpinan DPRD
setelah mendengar pertimbangan Badan Musyawarah.
Bagian Kedua
Rapat
Pasal 65
(1) Jenis Rapat DPRD terdiri atas:
a. rapat paripurna;
b. rapat paripurna istimewa;
c. rapat pimpinan DPRD;
d. rapat fraksi;
e. rapat konsultasi;
f. rapat Badan Musyawarah;
g. rapat komisi;
h. rapat gabungan komisi;
i. rapat Badan Anggaran;
j. rapat Badan Legislasi Daerah;
k. rapat Badan Kehormatan;
l. rapat panitia khusus;
m. rapat kerja;
n. rapat dengar pendapat; dan
o. rapat dengar pendapat umum.
(2) Rapat paripurna merupakan forum rapat tertinggi anggota
DPRD dalam pengambilan keputusan yang dipimpin oleh
ketua atau wakil ketua DPRD.
(3) Rapat paripurna istimewa merupakan rapat anggota DPRD
yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua untuk
melaksanakan acara tertentu dan tidak mengambil
keputusan.
(4) Rapat . . .
- 48 -
(4) Rapat pimpinan DPRD merupakan rapat para anggota
pimpinan DPRD yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua
DPRD.
(5) Rapat fraksi adalah rapat anggota fraksi yang dipimpin oleh
pimpinan fraksi.
(6) Rapat konsultasi adalah rapat antara pimpinan DPRD
dengan pimpinan fraksi dan pimpinan alat kelengkapan
DPRD yang dipimpin oleh pimpinan DPRD.
(7) Rapat Badan Musyawarah merupakan rapat anggota Badan
Musyawarah yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua
Badan Musyawarah.
(8) Rapat komisi merupakan rapat anggota komisi yang
dipimpin oleh ketua atau wakil ketua komisi.
(9) Rapat gabungan komisi merupakan rapat antarkomisi yang
dipimpin oleh ketua atau wakil ketua DPRD.
(10) Rapat Badan Anggaran merupakan rapat anggota Badan
Anggaran yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua Badan
Anggaran.
(11) Rapat Badan Legislasi Daerah merupakan rapat anggota
Badan Legislasi Daerah yang dipimpin oleh ketua atau wakil
ketua Badan Legislasi Daerah.
(12) Rapat Badan Kehormatan merupakan rapat anggota Badan
Kehormatan yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua
Badan Kehormatan.
(13) Rapat panitia khusus merupakan rapat anggota panitia
khusus yang dipimpin oleh ketua atau wakil ketua panitia
khusus.
(14) Rapat kerja merupakan rapat antara DPRD dan kepala
daerah atau pejabat yang ditunjuk atau antara Badan
Anggaran, komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus
dan kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk.
(15) Rapat . . .
- 49 -
(15) Rapat dengar pendapat merupakan rapat antara DPRD dan
pemerintah daerah.
(16) Rapat dengar pendapat umum merupakan rapat antara
DPRD dan masyarakat baik lembaga/organisasi
kemasyarakatan maupun perseorangan atau antara komisi,
gabungan komisi, atau panitia khusus dan masyarakat baik
lembaga/organisasi kemasyarakatan maupun perseorangan.
Pasal 66
(1) Rapat paripurna DPRD diadakan secara berkala paling
sedikit 6 (enam) kali dalam 1 (satu) tahun masa sidang.
(2) Rapat paripurna selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilaksanakan atas usul:
a. kepala daerah;
b. pimpinan alat kelengkapan DPRD; atau
c. anggota dengan jumlah paling sedikit 1/5 (satu perlima)
dari jumlah anggota DPRD yang mencerminkan lebih dari
1 (satu) fraksi.
(3) Rapat paripurna DPRD diselenggarakan atas undangan
ketua atau wakil ketua DPRD berdasarkan jadwal rapat
yang telah ditetapkan oleh Badan Musyawarah.
Pasal 67
(1) Hasil rapat paripurna DPRD dituangkan dalam bentuk
peraturan atau keputusan DPRD.
(2) Hasil rapat pimpinan DPRD ditetapkan dalam keputusan
pimpinan DPRD.
(3) Peraturan atau keputusan DPRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan keputusan pimpinan DPRD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan umum dan ketentuan peraturan perundangundangan.
(4) Peraturan . . .
- 50 -
(4) Peraturan atau keputusan DPRD provinsi dilaporkan kepada
Menteri Dalam Negeri dan peraturan atau keputusan DPRD
kabupaten/kota dilaporkan kepada gubernur, paling lambat
30 (tiga puluh) hari setelah ditetapkan.
Pasal 68
Semua rapat di DPRD pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali
rapat tertentu yang dinyatakan tertutup.
Pasal 69
(1) Rapat DPRD yang bersifat terbuka meliputi rapat paripurna
DPRD, rapat paripurna istimewa, dan rapat dengar
pendapat umum.
(2) Rapat DPRD yang bersifat tertutup meliputi rapat pimpinan
DPRD, rapat konsultasi, rapat Badan Musyawarah, rapat
Badan Anggaran, dan rapat Badan Kehormatan.
(3) Rapat DPRD yang bersifat terbuka dan dapat dinyatakan
tertutup meliputi rapat komisi, rapat gabungan komisi,
rapat panitia khusus, rapat Badan Legislasi Daerah, rapat
kerja, dan rapat dengar pendapat.
Pasal 70
Rapat DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3)
dinyatakan tertutup oleh pimpinan rapat berdasarkan
kesepakatan peserta rapat sesuai dengan substansi yang akan
dibahas.
Pasal 71
(1) Pembicaraan dalam rapat tertutup tidak boleh diumumkan.
(2) Materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk
dirahasiakan, dilarang diumumkan oleh peserta rapat.
(3) Setiap . . .
- 51 -
(3) Setiap orang yang melihat, mendengar, atau mengetahui
pembicaraan atau materi rapat tertutup yang harus
dirahasiakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib
merahasiakannya.
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 72
(1) Pimpinan rapat setelah membuka rapat memberitahukan
surat masuk dan surat keluar untuk diberitahukan kepada
peserta atau untuk dibahas dalam rapat, kecuali surat yang
berkaitan dengan urusan kerumahtanggaan DPRD.
(2) Pada setiap rapat DPRD dibuat risalah rapat yang memuat
proses dan materi pembicaraan rapat.
(3) Dalam hal rapat DPRD dinyatakan tertutup, risalah rapat
wajib disampaikan oleh pimpinan rapat kepada pimpinan
DPRD, kecuali rapat tertutup yang dipimpin langsung oleh
pimpinan DPRD.
Pasal 73
Hari dan jam kerja DPRD disesuaikan dengan kondisi daerah
masing-masing dengan mengacu pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 74
(1) Rapat DPRD dilaksanakan di gedung DPRD.
(2) Dalam hal rapat tidak dapat dilaksanakan di gedung DPRD
karena kebutuhan atau alasan tertentu, rapat DPRD
dapat dilaksanakan di tempat lain yang ditentukan oleh
pimpinan DPRD.
Pasal 75 . . .
- 52 -
Pasal 75
(1) Setiap anggota DPRD wajib menghadiri rapat DPRD, baik
rapat paripurna maupun rapat alat kelengkapan sesuai
dengan tugas dan kewajibannya.
(2) Anggota DPRD yang menghadiri rapat DPRD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib menandatangani daftar hadir
rapat.
(3) Para undangan yang menghadiri rapat DPRD, disediakan
daftar hadir rapat tersendiri.
(4) Anggota DPRD yang hadir apabila akan meninggalkan
ruangan rapat, wajib memberitahukan kepada pimpinan
rapat.
Bagian Ketiga
Pengambilan Keputusan
Pasal 76
(1) Pengambilan keputusan dalam rapat DPRD pada dasarnya
dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat.
(2) Apabila cara pengambilan keputusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, keputusan diambil
berdasarkan suara terbanyak.
Pasal 77
Setiap rapat DPRD dapat mengambil keputusan apabila
memenuhi kuorum.
Pasal 78
(1) Rapat paripurna memenuhi kuorum apabila:
a. dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat)
dari jumlah anggota DPRD untuk mengambil
persetujuan atas pelaksanaan hak angket dan hak
menyatakan pendapat serta untuk mengambil
keputusan . . .
- 53 -
keputusan mengenai usul pemberhentian kepala daerah
dan/atau wakil kepala daerah;
b. dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari
jumlah anggota DPRD untuk memberhentikan pimpinan
DPRD serta untuk menetapkan peraturan daerah dan
APBD; atau
c. dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah
anggota DPRD untuk rapat paripurna DPRD selain rapat
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b.
(2) Keputusan rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dinyatakan sah apabila:
a. disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari
jumlah anggota DPRD yang hadir, untuk rapat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a;
b. disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah
anggota DPRD yang hadir, untuk rapat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b; atau
c. disetujui dengan suara terbanyak, untuk rapat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.
(3) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak terpenuhi, rapat ditunda paling banyak 2 (dua) kali
dengan tenggang waktu masing-masing tidak lebih dari
1 (satu) jam.
(4) Apabila pada akhir waktu penundaan rapat sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) kuorum belum juga terpenuhi,
pimpinan rapat dapat menunda rapat paling lama 3 (tiga)
hari atau sampai waktu yang ditetapkan oleh Badan
Musyawarah.
(5) Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, dan huruf b untuk
pelaksanaan hak angket, hak menyatakan pendapat, dan
memberhentikan . . .
- 54 -
memberhentikan pimpinan DPRD, serta menetapkan
peraturan daerah, rapat tidak dapat mengambil keputusan
dan rapat paripurna DPRD tidak dapat diulang lagi.
(6) Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk menetapkan APBD,
rapat tidak dapat mengambil keputusan dan
penyelesaiannya diserahkan kepada Menteri Dalam Negeri
untuk provinsi dan kepada gubernur untuk
kabupaten/kota.
(7) Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, cara penyelesaiannya
diserahkan kepada pimpinan DPRD dan pimpinan fraksi.
(8) Setiap penundaan rapat, dibuat berita acara penundaan
rapat yang ditandatangani oleh pimpinan rapat.
Pasal 79
(1) Rapat alat kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 65 ayat (1) huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j,
huruf k, dan huruf l memenuhi kuorum apabila dihadiri
secara fisik oleh paling sedikit 50 % (lima puluh persen)
ditambah 1 (satu) anggota alat kelengkapan yang
bersangkutan dan lebih dari 1 (satu) fraksi.
(2) Dalam hal rapat alat kelengkapan DPRD mengambil
keputusan, keputusan dinyatakan sah apabila disetujui
oleh suara terbanyak dari anggota alat kelengkapan yang
hadir.
Pasal 80
Setiap keputusan rapat DPRD, baik berdasarkan musyawarah
untuk mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak,
merupakan . . .
- 55 -
merupakan kesepakatan untuk ditindaklanjuti oleh semua
pihak yang terkait dalam pengambilan keputusan.
(Kalo mau lengkap tinggal request ke email dpc ciptim pksciptim@gmail.com

MENCARI SEKRETARIAT DAKWAH DPC & WAJIHAH P2M

Tidak semudah membalikan tangan mencari markas dakwah PKS Ciptim yang sekaligus dapat dipergunakan untuk wajihah amal "yayasan BSM - P2M" yang juga sedang cepat-cepat mencari tempat yang nyaman untuk mengkoordinir kegiatan sosial yang mensinergikan kepada dakwah sosial yang juga akan berdampak untuk dakwah politik.
Ada daerah strategis di depan situ gintung center bagus dan murah rp.75jt tp belum bisa langsung digunakan karena mesti dibangun pada bagian lantai 2 nya dan juga akses jalan menuju ke tempat tsb belum jelas karena pembangunan di situ gintung belum rampung, sayang yang punya tempat buru2 untuk dilaksanakan transaksinya sebab dengar2 ada yang mau beli lebih besar dari kita. sayang memang masalah kejelasan tempat aja padahal tempat tersebut sudah memiliki aset pintu kontrakan 4 buah yang masing rp.150rb sehingga bisa menghasilkan 600rb maklum bisa kita buat kegiatan Dpra per tiap bulan kita berikan bergantian. Hari-hari membingungkan dan menegangkan antara mengambil tempat tersebut atau mencari yang lebih refresentatif dengan ada tempat parkir dll tetapi dapat badget rp.100jt dari Dpd apakah mungkin Dpc mengambil rumah dipinggir jalan yang strategis yang kalo kami survey hampir diatas rp.500jt dan kami pengurus tidak ingin membebankan kepada kader. Semoga saat tulisan ini dibuat akan mendapatkan tempat yang terbaik buat dakwah ke depan sebab antara tempat yg tinggal bayar aja di situ gintung cuma 3 hari lagi, Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik buat dakwah ini,Amin.

Senin, 14 Februari 2011

Pengurus PKS Ciptim 2010-2015

Pengurus baru PKS Ciputat Timur telah terbentuk dan dilantik tgl 6 Februari 2011 di Kopertais UIN Pisangan Ciputat Timur. Semoga membawa kemajuan dan perubahan utk semua.Dengan kader lebih dari 200 orang PKS Ciptim yakin akan memberikan kontribusi utk masyarakat ciputat timur yang lebih baik insya Allah.
Progress/Rekomendasi :
1. Punya Sekretriat sendiri
2. Punya website
3. Program menyentuh kader & masyarakat
4. Bersinergi dgn wajihah (P2M)
Inilah BPH (Badan Pengurus Harian) : Hasanih (Ketua), Lutfi (Sekret), Andri (Bendhr) dan Hadi (Kaderisasi)